Bagi sebagian penulis, aktivitas menulis sangat ditentukan oleh mood. Keadaan tertentu yang mempengaruhi emosi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam menyampaikan sebuah ide dan menuliskannya. Ketika mood bagus, kalimat-kalimat mengalir begitu saja seperti air. Ide-ide yang kreatif muncul tanpa disangka-sangka dan tanpa diduga sudah sekian lembar tulisan dihasilkan dalam waktu yang singkat.
Sebaliknya, ketika mood kurang bagus, seseorang sering tidak bisa menuliskan apa-apa. Pikiran terasa sempit dan mentok sehingga sangat sulit untuk memulai aktivitas menulis. Ide-ide seperti bersembunyi dan enggan keluar. Sudah berusaha untuk memaksakan diri tapi yang terjadi malah tulisan yang jauh melenceng dari tema.
Nah, sebagai penulis pemula tentu Sobat juga pernah mengalaminya bukan?
Sebagai manusia biasa dan penulis yang sedang dalam masa belajar, keadaan tersebut adalah sesuatu yang wajar. Kadang tidak hanya penulis pemula yang mengalami hal ini, penulis senior pun tak pernah steril dari situasi ini.
Mood dianggap sebagai penentu kelancaran menulis disamping keahlian menulis itu sendiri. Dengan kata lain, kegiatan menulis tidak bisa dipisahkan dari keadaan emosional seseorang. Kala bahagia, semua kegiatan jadi menyenangkan dan terasa lebih mudah. Sementara, ketika lagi dirundung masalah, berduka, sedih, kecewa dan sebagainya, seseorang kadang kehilangan semangat dan gairah melakukan sesuatu termasuk menulis.
Walaupun menulis dan mood itu tidak bisa dipisahkan, haruskah kita menyerah di setiap mood kita tidak bersahabat?
Seperti halnya marah, kita juga harus belajar untuk mengendalikan mood kita. Jika kita tidak berusaha untuk memanage mood tersebut, bisa saja semua agenda menulis tertunda. Hal utama yang harus kita lakukan adalah mensiasati agar mood tidak mengendalikan kita terlalu jauh. Beberapa hal berikut mungkin bisa membantu dalam menjemput kembali mood baik kita yang telah hilang :
------Yogyakarta, 24/10/14
Sebaliknya, ketika mood kurang bagus, seseorang sering tidak bisa menuliskan apa-apa. Pikiran terasa sempit dan mentok sehingga sangat sulit untuk memulai aktivitas menulis. Ide-ide seperti bersembunyi dan enggan keluar. Sudah berusaha untuk memaksakan diri tapi yang terjadi malah tulisan yang jauh melenceng dari tema.
Nah, sebagai penulis pemula tentu Sobat juga pernah mengalaminya bukan?
Sebagai manusia biasa dan penulis yang sedang dalam masa belajar, keadaan tersebut adalah sesuatu yang wajar. Kadang tidak hanya penulis pemula yang mengalami hal ini, penulis senior pun tak pernah steril dari situasi ini.
Mood dianggap sebagai penentu kelancaran menulis disamping keahlian menulis itu sendiri. Dengan kata lain, kegiatan menulis tidak bisa dipisahkan dari keadaan emosional seseorang. Kala bahagia, semua kegiatan jadi menyenangkan dan terasa lebih mudah. Sementara, ketika lagi dirundung masalah, berduka, sedih, kecewa dan sebagainya, seseorang kadang kehilangan semangat dan gairah melakukan sesuatu termasuk menulis.
Walaupun menulis dan mood itu tidak bisa dipisahkan, haruskah kita menyerah di setiap mood kita tidak bersahabat?
Seperti halnya marah, kita juga harus belajar untuk mengendalikan mood kita. Jika kita tidak berusaha untuk memanage mood tersebut, bisa saja semua agenda menulis tertunda. Hal utama yang harus kita lakukan adalah mensiasati agar mood tidak mengendalikan kita terlalu jauh. Beberapa hal berikut mungkin bisa membantu dalam menjemput kembali mood baik kita yang telah hilang :
- Refreshing sejenak. Jika suasana hati belum nyaman, tak ada salahnya bila kita keluar mencari angin segar atau cuci mata sebentar. Ketika pikiran dan perasaan sudah lumayan baik, barulah mencoba untuk menulis.
- Berganti suasana dan tempat menulis. Menulis di taman atau kebun yang ada rumputan hijau serta pohon untuk berlindung dapat mengalirkan inspirasi. Terlebih dengan angin sepoi-sepoi yang menyertai.
- Berbagi dengan orang terkasih. Mood yang kurang baik kadang disebabkan oleh sikap yang memendam sebuah persoalan. Semakin dipendam maka akan semakin berat rasanya. Lebih baik menyampaikan curahan hati kepada orang terdekat sehingga hati dan pikiran terasa lebih plong.
- Bermunajat kepada Allah. Shalat, berdoa dan mengaji tidak diragukan lagi keampuhannya sebagai terapi masalah jiwa termasuk perasaan yang kurang menyenangkan. Curhat denganNya, pikiran dan perasaan jauh lebih tenang.
- Mendengarkan musik dan menonton acara humor. Menyetel lagu-lagu yang menyentuh kalbu sangat berpengaruh positif pada mood. Begitu juga dengan menonton acara seperti comedy, bisa mengurangi ketegangan dan perasaan tidak nyaman.
------Yogyakarta, 24/10/14