Salah satu yang sering ditanyakan kepada saya adalah mana yang lebih baik menjadi penulis buku atau penulis artikel konten (digital content writer). Sebagian orang berpendapat, menulis buku jauh lebih bagus. Sementara sebagian lagi baginya menulis artikel konten online jauh lebih menarik.
Saya sendiri, sebagai seseorang yang sedang berjuang membangun karier menulis dan berharap menjadi profesi dalam jangka panjang, saya menyadari bahwa untuk menjaga agar karier menulis saya tetap berkembang saya harus menahan diri dan bersabar untuk tidak menjadi "penulis idealis".
"Penulis idealis" itu susah bertemu dengan penerbit. Keinginan mereka sering bentrok kecuali penulisnya sudah terkenal. Bagi yang menulis sebagai pekerjaan, tak diragukan lagi hal tersebut akan berimbas pada kelangsungan karier menulis itu sendiri. Jadi, saya berpikir, daripada ngotot menginginkan sesuatu yang sempurna, mendingan lalui saja apa yang ada untuk sementara sebagai sebuah proses menulis lebih baik. Asalkan berjalan dijalan yang lurus, memegang etika menulis dan hasil kerjanya halal.
Menulis Buku Lebih Baik dari Menulis Konten Digital?
Pada suatu kesempatan saya pernah mendengar seseorang mengatakan kalau menjadi penulis buku itu setingkat lebih baik di banding menjadi penulis artikel. Alasannya adalah karena boleh dibilang menulis artikel itu sebuah loncatan kecil dan menulis buku sebuah loncatan besar.
Berdasarkan pengalaman, sebuah artikel itu normalnya 2-3 halaman atau sekitar 400-700 kata. Sementara, sebuah buku standar minimal yang sering digunakan adalah 100 halaman. Sobat bisa bayangkan sendiri ya perbandingannya, menulis buku itu sekian kali menulis artikel. Ketika dikatakan menulis buku itu loncatan besar, memang benar begitu adanya.
Selain itu, alasan mengapa sebagian orang mengatakan menjadi penulis buku itu selangkah lebih baik disebabkan artikel itu berserakan dan kadang satu tema tidak diulas secara lengkap bahkan tidak jelas pesan yang disampaikan. Lain halnya dengan menulis buku, semua sub bab dirangkai menjadi satu kesatuan hingga dicetak berbentuk buku dengan ketebalan tertentu. Karyanya lebih nyata gitu lho. Kalau artikel online untuk menjadikannya sebuah buku agak gimana gitu. Selain tema yang ditulis umumnya berbeda, juga belum tentu diizinkan pemilik situs untuk membukukannya.
Bagi saya sendiri, yang melakoni keduanya tidak ada masalah sepanjang sesuai dengan tujuan saya menulis sebagaimana yang saya katakan di awal tadi. Bagaimanapun karier menulis itu beragam jenisnya dan sudah jelas dalam hal tertentu berbeda satu sama lain. Jadi jangan karena omongan seseorang kita mengabaikan suatu peluang yang sebenarnya kita butuhkan dan bagus untuk pengembangan karier. Tapi karena dinilai tidak lebih baik, terus kita meninggalkannya. Ingat, semua penulis punya target dan tujuan berbeda-beda.
Selama apa yang Sobat miliki saat ini baik, maka jalani saja apalagi kalau karier menulis tersebut sebagai sumber finansial Sobat. Jika ke depannya ada peluang yang membuat Sobat mendapat sesuatu yang lebih baik kenapa tidak naik tingkat.
Menjadi penulis buku atau penulis artikel konten online, menulis buku popular atau buku akademik, menulis fiksi atau nonfiksi itu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kalau ditinjau dari berbagai hal seperti dari sudut penulis, penerbit, pembaca, kelangsungan karier menulis dan sebagainya tidak ada salah satunya yang sempurna.
Seyogianya, baik atau tidak baiknya sebuah pilihan karier menulis itu kembali kepada penulis itu sendiri karena menulis akan mempengaruhi hidup dan keluarganya. Bagaimanapun orang lain hanya pihak yang menilai. Penilaian itu akan selalu ada dua jenisnya (baik dan buruk) baik tulisan kita bagus apalagi jelek. Orang memang tinggal mengomentari tapi kita lah yang menjalani.
Sementara itu, niat, visi dan misi kita menulis hanya kita sendiri yang tahu. Hanya penulis itu sendiri yang mengetahui apa yang terbaik bagi dirinya dan mengapa dia harus memilih menjadi penulis buku, artikel, buku akademik, buku umum, fiksi, nonfiksi atau menjalani beberapa jenis menulis dalam waktu yang hampir bersamaan. Tak hanya dipengaruhi oleh orientasi seseorang tapi juga situasi dan kondisi seperti pemintaan pasar, peluang, target serta keuangan penerbit dan sebagainya.
So, dalam memilih karier menulis sesuaikan dengan tujuan, visi, misi, target, prinsip hidup dan situasi serta kondisi yang ada. Selama itu sejalan dengan hati kita, positif plus ada peluang di depan mata, why not?
***
Sebutan profesi secara umum sama ya, penulis. Namun, target dan tujuan masing-masing penulis mungkin berbeda. Memang secara teori semua karier menulis memiliki kelebihan dan kekurangan. Pada satu sisi bisa jenis menulis A akan lebih baik dari jenis menulis B. Akan tetapi, dalam dunia nyata, yang terbaik bagi seorang penulis tetaplah yang sesuai dan sejalan dengan niat, target serta tujuannya.[]